JAKARTA, kabari.net– Sebanyak 36 orang direksi Persero di bawah pengelolaan Danantara Indonesia diberangkatkan ke Lausanne, Swiss, untuk mengikuti Top Gun Leadership Camp Cohort 1 di IMD Business School pada 20–24 Agustus 2025. Program ini disebut sebagai bagian dari Top Talent Program 2025 yang digagas Danantara Indonesia.
CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa pengiriman para direksi ke Swiss dilakukan untuk mencetak pemimpin berkelas dunia.
“Kami ingin memastikan talenta terbaik kami memiliki kapasitas kepemimpinan kelas dunia, agar Persero mampu bersaing di tingkat regional dan global,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Rosan juga menegaskan, Danantara Indonesia memberikan subsidi biaya pelatihan dan akomodasi bagi Persero menengah dan kecil yang tidak memiliki anggaran cukup.
“Kami ingin pemerataan akses, sehingga semua direksi memiliki kesempatan yang sama,” katanya.
Namun, langkah ini memunculkan pro-kontra di publik.Sorotan Publik: Perlu atau Boros?, Di satu sisi, program ini dipandang sebagai investasi sumber daya manusia yang penting untuk mendorong transformasi BUMN agar tidak kalah bersaing dengan perusahaan internasional.
IMD Business School sendiri dikenal sebagai salah satu sekolah bisnis terbaik dunia, tempat lahirnya banyak eksekutif kelas global.Namun di sisi lain, kritik muncul terkait efisiensi dan sensitivitas anggaran.
Mengirim puluhan direksi ke luar negeri dengan biaya pelatihan dan perjalanan yang tidak sedikit dianggap kontradiktif dengan semangat penghematan di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih penuh tantangan.
Sejumlah pengamat menilai, pelatihan serupa bisa saja dilakukan di dalam negeri dengan menggandeng universitas atau lembaga manajemen ternama tanpa harus menghabiskan biaya perjalanan ke Eropa.
“Peningkatan kapasitas SDM penting, tapi apakah harus di Swiss? Pertanyaan publik wajar muncul ketika biaya besar dikeluarkan sementara banyak BUMN masih menghadapi masalah keuangan,” ujar seorang pengamat BUMN.
Hal ini juga menimbulkan spekulasi soal prestise dan citra internasional yang lebih diutamakan dibanding efektivitas program. Tidak sedikit yang menyebut keberangkatan puluhan direksi ini lebih mirip “tour mewah” ketimbang upaya nyata meningkatkan kompetensi.
Jika tujuan utama adalah meningkatkan kapasitas kepemimpinan, publik berharap ada laporan hasil yang transparan: apa yang dipelajari, bagaimana implementasinya di Persero masing-masing, dan indikator keberhasilan program. Tanpa itu, wajar bila publik menganggap pengiriman 36 direksi ke Swiss hanya menjadi ajang pemborosan anggaran.
Editor : Redaksi