Rantauprapat, kabari.net— Gabungan Tim investigasi media menemukan indikasi kuat adanya praktik penampungan kayu alam ilegal di wilayah Desa Lingga Tiga, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, kegiatan ini telah berlangsung cukup lama tanpa tersentuh aparat penegak hukum, meski aktivitasnya dilakukan terang-terangan di tengah pemukiman warga.

Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pemilik usaha berinisial RNL, yang beralamat di Pasar Belakang Lingga Tiga, menjalankan kegiatan penampungan dan pengolahan kayu alam diduga tanpa izin resmi dari instansi terkait. Dari pantauan langsung di lokasi pada Selasa (21/10), terlihat aktivitas keluar-masuk truk pengangkut kayu yang diduga berasal dari kawasan hutan sekitar.

Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Usaha itu sudah lama berjalan, tapi tidak pernah ada tindakan. Semua orang tahu itu penampungan kayu, tapi seolah-olah kebal hukum.”

Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan aparat penegak hukum dan instansi kehutanan, mengingat aktivitas serupa jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.Menurut Pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang menerima, membeli, menjual, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) menegaskan bahwa setiap pelaku, termasuk pihak yang membeli, menampung, atau memperjualbelikan hasil hutan tanpa izin, dapat dikenai sanksi pidana berat dan denda besar.

Aktivitas ilegal seperti ini tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan retribusi kehutanan, tetapi juga mengancam keseimbangan lingkungan akibat penebangan pohon yang tidak terkendali.Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tindakan nyata dari pihak kepolisian maupun Dinas Kehutanan setempat untuk menertibkan usaha tersebut. Situasi ini menimbulkan dugaan publik adanya pembiaran atau bahkan “backing” dari oknum tertentu yang membuat usaha tersebut seolah kebal hukum.

Masyarakat sekitar berharap agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan dalam menindak pelaku usaha yang diduga melanggar hukum ini, serta memastikan agar tidak ada praktik ilegal yang terus merusak hutan dan merugikan negara.“Kalau hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, rakyat akan kehilangan kepercayaan,” ujar seorang tokoh masyarakat Lingga Tiga menutup pernyataannya.(KN006)

Editor : Redaksi