Larangan Sekolah Beri Data Dianggap Tutupi Transparansi: Surat Edaran Dinas Pendidikan Labusel Tuai Sorotan

Foto : Surat edaran Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu Selatan bernomor 420/2069/Disdik/2025 yang dikeluarkan pada 15 September 2025 (istimewa)

Labuhanbatu Selatan, kabari.net— Surat edaran Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu Selatan bernomor 420/2069/Disdik/2025 yang dikeluarkan pada 15 September 2025 mendadak menuai tanda tanya di kalangan publik dan pemerhati pendidikan. Edaran tersebut secara tegas melarang sekolah memberikan data apa pun tanpa izin Kepala Dinas Pendidikan, dengan alasan mencegah penyalahgunaan informasi.

Namun, langkah ini justru menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Beberapa pengamat menilai, larangan tersebut bisa menjadi tameng birokrasi untuk menutup akses publik terhadap data pendidikan, terutama terkait penggunaan Dana BOS, PIP, hingga kegiatan pengadaan barang dan jasa di sekolah.

Surat itu ditandatangani oleh Plt. Kepala Dinas Pendidikan, Julham Ramsar Hasibuan, S.Pd, MM, dan ditujukan kepada seluruh Koordinator Wilayah Bidang Pendidikan Kecamatan serta Kepala Satuan Pendidikan TK, SD, dan SMP Negeri se-Labuhanbatu Selatan.

Dalam isi surat disebutkan, sekolah tidak boleh memberikan data siswa, tenaga pendidik, atau data kelembagaan kepada siapa pun kecuali : Pertama, telah mendapat izin dari Kepala Dinas Pendidikan. Kedua, permintaan data dilakukan oleh Dinas Pendidikan atau Koordinator Wilayah Pendidikan Kecamatan.

Kebijakan ini sontak memicu reaksi keras dari kalangan masyarakat sipil. Beberapa aktivis pendidikan dan LSM Perkumpulan Penjara menilai aturan tersebut berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Surat ini bisa menjadi pintu tertutup bagi masyarakat untuk mengetahui bagaimana uang negara digunakan di sekolah. Padahal data pendidikan adalah informasi publik yang seharusnya mudah diakses,” ujar Hendra Harahap, Ketua Perkumpulan Penjara, Kamis,(23/10) melalui sambungan WhatsApp.

Selain itu, sebagian guru dan kepala sekolah yang menerima surat tersebut disebut-sebut merasa tertekan dan bingung, karena sebelumnya mereka biasa memberikan data kepada instansi pemerintah, jurnalis, maupun lembaga pengawasan yang sah.

Langkah Dinas Pendidikan ini juga dinilai kontraproduktif di tengah dorongan nasional menuju transparansi anggaran pendidikan. Pemerintah pusat melalui Kemendikbudristek justru menggalakkan keterbukaan laporan BOS, Dapodik, dan penggunaan anggaran sekolah secara daring agar bisa diawasi publik.

“Jika semua akses data harus izin kepala dinas, itu berarti kontrol publik dibatasi. Justru dari keterbukaan itulah korupsi bisa dicegah,” ujar Hendra.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Dinas Pendidikan Labuhanbatu Selatan terkait alasan spesifik penerbitan surat tersebut, selain dalih “menghindari penyalahgunaan data”.

Publik kini menunggu apakah kebijakan ini akan ditinjau ulang, atau justru menjadi sinyal menurunnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan di daerah.(KN001)

Editor : Redaksi

Leave a Reply